Secara mengejutkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tiba-tiba
mengeluarkan Telegram Rahasia atau TR yang mengimbau Polwan untuk tidak
dulu mengenakan jilbab dengan dalih untuk penyeragaman dan penyesuaian
anggaran.
Tak ayal, TR itu pun membuyarkan euforia Polwan mengenakan hijab. Elemen masyarakat kemudian menjadi bertanya-tanya, ada apa?
Setidaknya ada 3 keganjilan yang dinilainya perlu dipertanyakan soal
perintah penundaan mengenakan jilbab untuk Polwan sebut Koordinator
Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) Soloraya, Muhammad Ihsan.
Pertama,
adalah dalih ketiadaan anggaran pemerintah untuk jilbab Polwan. Pada
faktanya, dari lingkup pemerintahan secara umum pemerintah sedang
gencar-gencarnya mengeluarkan anggaran, yakni anggaran untuk kampanye
penanggulangan penyakit HIV/AIDS dengan bagi-bagi kondom yang
disebut-sebut menghabiskan total anggaran Rp 25 Milyar.
Kedua,
dari lingkup internal Polri yaitu dikritiknya draft anggaran Polri
untuk tahun 2013 oleh Komisi III DPR RI, dimana anggaran yang diajukan
Polri kepada DPR dinilai sangat tidak relevan dengan kebutuhan dasar
Polri. Salah satunya adalah anggaran untuk membeli anjing yang mencapai
Rp.16 Milyar.
Ketiga,adalah
alasan penundaan yang tidak relevan dimana selain alasan ketiadaan
anggaran, para petinggi Polri juga beralasan bahwa ditundanya penggunaan
kerudung untuk Polwan disebabkan ketidakseragaman antara satu dengan
yang lainnya.
"Dari ketiga fakta ini dapat disimpulkan alasan ketiadaan anggaran untuk
memenuhi kebutuhan kerudung Polwan adalah alasan yang mengada-ada,"
kata Ihsan dalam rilisnya.
Patut disedihkan pada kasus pertama contohnya, anggaran untuk
mengkampanyekan seks bebas masal melalui bagi-bagi kondom justru
mendapatkan dana segar senilai 25 Miliyar. Sedangkan untuk pakaian
muslimah yang notabene berfungsi mencegah maraknya perzinahan justru
tidak mendapatkan anggaran.
Juga soal 'dikalahkannya' anggaran pengadaan kerudung muslimah untuk
Polwan oleh kebutuhan pembelian anjing yang nilai anggarannya
disebut-sebut mencapai Rp.16 Miliar.
Sementara dalih penyeragaman, menurut Ihsan, terkesan sangat dipaksakan,
mengingat penyeragaman tidaklah harus berujung penundaan akan tetapi
cukup dengan melakukan instruksi singkat yang berisi tentang
aturan-aturan seputar model dan warna seragam yang wajib dikenakan oleh
Polwan.
Alasan yang mengada-ada dinilai Ihsan menjadi tumpang tindih antara alasan yang satu dengan yang lain.
Ia menyoal, jika Polri mengambil kebijakan penundaan penggunaan pakaian
kerudung bagi Polwan karena ketiadaan dana, lalu mengapa Polri ngotot
untuk study banding yang bertujuan untuk mencari model pakaian terbaik
bagi anggotanya. (*/hid)
Muhammad Ihsan, Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) Soloraya